Filsafat adalah cabang ilmu yang jarang diminati oleh kebanyakan orang, tak jarang cabang ilmu ini hanya diketahui oleh sabagian orang, meski sebagian menyebut ia adalah ibunya segala ilmu pengetahuan. Masyarakat awam sangat jarang yang tertarik untuk mempelajari Filsafat. Saat mendengar Filsafat barangkali banyak yang masih beranggapan bahwa ia membawa kebingungan, mengakibatkan otak berdenyut pusing dan menganggap kalau filsafat memang diciptakan hanya untuk sebagian orang saja. Pada artikel dibawah ini akan mengulas mengenai Definisi Moral.
Anggapan tersebut sirna saat membaca karya Fahrudin Faiz. Penulis pengampu Ngaji Filsafat Masjid Jenderal Sudirman ini benar-benar bisa menjelaskan secara sederhana tentang filsafat bahkan dengan logika masyarakat awam. Melalui Filsafat Moral, Fahrudin berusaha mengajak kita mengenal Filsafat Moral atau Definisi Moral dalam pespektif Empat Filosof; Al- Ghazali, Pakubuwono IV, Lawrence Kohlberg, hingga Hans Jonas. Keempatnya dinilai pantas dalam merepresentasikan mode hidup bermoral yang dipandang dari tradisi yang berbeda.
Perkembangan Moral dalam Diri Manusia dan Masa Depan Moral
Pada bagian awal ia menjelaskan terlebih dahulu terkait dengan tingkatan moral dalam diri manusia beserta dengan contohnya. Dalam Pandangannya Lawrence Kohlberg yang banyak dipengaruhi oleh filosof lain ia memaparkan tentang perkembangan moral dalam diri manusia. Menurutnya “Kondisi jiwa kita memengaruhi perilaku moral kita” (hlm.23).
Bahkan dalam kondisi tertentu kita diingatkan pada titik mana tingkatan moral kita. Banyak analogi yang digunakan untuk mengukur berada pada tingkat mana diri kita dalam etika moral dalam pandangan Kohlberg. Uraian yang sederhana ditinjau dari perkembangan moral psikoanalis, kognitif, dan aktualisasi diri, membuat kita bisa berhenti sejenak sambil mengukur diri sendiri pada tingkatan apa kita dalam etika moral dalam menghadapi masalah sehari-hari di sekitar kita. Bahkan Fahrudin banyak mengajak pembaca untuk merenung sejanak bahkan juga ditambah pertanyaan yang kadang menohok, karena acapkali membandingkan pemikiran kita dengan moral kita, apakah sesuai dengan umur kita atau justru laku moral kita berada pada usia dibawah kita.
Dalam pembahasan yang lebih jauh lagi, Hans Jonas membahas lebih lebar tentang kaitan etika, jika Kohlberg berfokus pada pengembangan dasar kita dalam perkembangan tingkat dasar definisi moral manusia, Jonas menyoroti bahwa etika manusia bukan hanya sebatas diri sendiri tapi lebih jauh lagi yaitu menyangkut orang lain bahkan menyangkut masa depan. Yang paling menohok dalam pandangan Jonas adalah manusia yang hari ini berdampingan dengan teknologi justru dikuasai oleh teknologi itu sendiri. “Kita tidak sadar bahwa teknologi yang kita ciptakan ini kemudian malah mengatur dan mengendalikan kita” (hlm.78).
Kenyataan yang hampir tidak disadari oleh kebanyakan orang begitu ditekankan oleh Jonas. Definisi Etika Moral masa depan yang sedianya ingin ditunjukkan oleh Jonas adalah manusia mempunyai peranan penting terhadap perkembangan masa depan yang sebenarnya bisa dicapai andaikata manusia paham tentang konsep memanusiakan manusia. Yang bahkan hari ini dihadapan teknologi manusia justru menjadi budak teknologi itu sendiri.
“Semakin manusia mengembangkan teknologi mereka semakin tidak mampu menguasai teknologi yang mereka ciptakan” (hlm. 79)
Baik Kohlberg maupun Jonas mempunyai pandangan yang hampir sama berkaitan dengan etika moral hanya saja dalam cakupan Kohlberg ia lebih menekankan pada diri manusia itu sendiri sedangkan Jonas lebih luas lagi yaitu bukan hanya etika moral dalam diri manusia tetapi kepada manusia lainnya bahkan hingga tanggung jawab manusia akan masa depan yang diciptakan dari generasi sekarang.
Moral Dalam Pandangan Agama dan Ajaran Jawa
Dimensi moral menurut pandangan Al Ghzali erat kaitanya dengan perilaku kita. Al Ghazali banyak mengurai hubungan moral dengan akal, bahkan hubungan keduanya sangat erat.
“Etika tanpa agama hambar, agama tanpa etika akan kering (hlm. 143).
Dalam buku ini Al Ghazali juga sedikit memaparkan tentang pengaruh sufistik dalam etika moral menurut pemikirannya, dalam buku ini Fahrudin menjelaskan secara sederhana akan pandangan Ghazali. Hal paling mengesankan dalam tulisan tentang moral ala Ghazali adalah sub bab yang diuraikan benar-benar dekat akan keseharian kita, sehingga saat kita mengambil jeda sejenak kita mampu berfikir dan merenungkan makna dari ajaran moral ala Ghazali tersebut, yang saat diresapi akan membuat pikiran kita terbuka tentang konsep moral dalam pandangan Ghazali.
Menelisik lebih lanjut, ajaran Pakubuwana IV dalam Serat Wulangreh berisi ajaran-ajaran moral ala Jawa yang ajarannya masih relevan hingga saat ini. Serat Wulangreh bisa dikatakan adalah ajaran yang sangat komplit tentang adap bagaimana mengatur diri terhadap diri sendiri, orang lain, bahkan hal-hal apa saja yang sekiranya perlu dijauhi agar kita terhindar dari sifat-sifat yang tidak baik. Dengan gamblang ajaran-ajaran Pakubuwana IV banyak menyindir generasi sekarang yang bahkan abai terhadap laku moral.Generasi yang menurutnya pintar akan ilmu, maju akan teknologi namun minim akan akhlak. “Setinggi apapun ilmumu, kecerdasanmu, dan kemampuan berpikirmu, dirimu tetap tidak akan berharga kalau tidak tahu sopan santun” (hlm. 196)
Serat Wulangreh adalah manifestasi kebudayaan Jawa yang filosofinya melebihi pemikiran-pemikiran para pemikir barat. Yang mana saya yakin ajaran dalam Serat Wulangreh tak akan pernah lekang oleh zaman, bahkan diterapkan dalam zaman apapun akan menjadi pedoman hidup yang baik.
Buku karya Fahrudin Faiz tersebut sangat layak dibaca oleh siapapun yang haus akan ajaran budi pekerti yang hari ini semakin luntur. Hanya saja beberapa bagian dalam buku ini dijelaskan secara singkat sehingga kurang penjelasan, yang kadang bagian itu ketika dijelaskan lebih Panjang lagi akan membuat pemahaman pembaca lebih mengena. Dari buku ini kita bisa berfikir tugas siapapun dimanapun yang masih memiliki moral untuk mengajakarkan etika moral kepada siapapun, kita tidak akan pernah tahu bahwa laku moral kita dalam kehidupan kita sehari-hari akan menjadi contoh oleh orang disekaliling kita. Selama itu terjadi, tidak ada salahnya kita memulai belajar etika moral agar tanggungjawab yang dibebankan kita selaku khalifah fil ardh bisa dijalankan sebaik mungkin, guna mencapai kejayaan masa depan yang lebih baik, di tangan generasi sekaranglah nasib generasi mendatang akan ditentukan, tinggal mau seperti apa masa depan yang kita inginkan besok. Tugas generasi sekarang untuk memikirkan dan bertindak.
Judul Filsafat Moral ; Dari Al Ghazali, Pakubuwana IV, Lawrence Kohlberg, hingga Hans Jonas
Penulis : Fahrudin Faiz
Penerbit : Mizan, Bandung
Tebal Buku : 235 hlm
Cetakan : Cetakan I, Juli 2024
Peresensi : Muhammad Imam Farouq


