Vivek Neelakantan dengan karyanya Memelihara Jiwa-Raga Bangsa: Ilmu Pengetahuan, Kesehatan Masyarakat, dan Pembangunan Indonesia di Era Soekarno, menyumbang tambahan refrensi pada sejarah dunia medis Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pernah menerbitkan buku babon Sejarah Kesehatan Indonesia (3 jilid), buku tersebut memang belum memiliki pendalaman pada aspek lain di luar kesehatan (politik dan ekonomi) yang berpengaruh pada kajian sejarah kesehatan itu sendiri.
Peneliti asing selain Bivek yang menulis kajian sejarah kesehatan adalah Hans Pols Ia pernah menerbitkan buku dengan judul Merawat Bangsa: Sejarah Pergerakan Para Dokter di Indonesia.[1] Hans Pols membahas peran para dokter sebagai elit baru di masyarakat karena perannya yang selain sebagai dokter juga sebagai tokoh pergerakan nasional. Lalu ada Rosalia Sciortino dengan judul Menuju Kesehatan Madani[2]. Rosalia menjelaskan sejarah keperawatan (pendidikan dan institusinya) pada masa Hindia Belanda.
Maka menjadi menarik buku Vivek Neelakantan ini karena kajiannya mengisi ruang sejarah kesehatan pada masa pasca kemerdekaan, khususnya di masa presiden Soekarno. Di mana pada masa itu pondasi Indonesia sebagai negara yang masih baru dihadapkan pada situasi perang dingin. Vivek secara apik menyajikan tentang bagaimana peran para dokter serta pemerintah pada masa paska kemerdekaan yang dihadapkan krisis penyakit, krisis jumlah dokter dan krisis keuangan negara.
Rakyat Sehat Negara Kuat
Vivek cermat dalam membaca kondisi masyarakat Indonesia lewat ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan masyarakat Indonesia banyak terjangkit penyakit menular. Kesehatan tidak hanya dilihat secara medis, namun aspek ekonomi-politik ternyata berperan dalam menentukan ke arah mana Indonesia bergerak. Soekarno menggagas slogan Rakyat Sehat, Negara Kuat. Artinya Soekarno sadar bahwa kesehatan adalah aspek penting bagi jiwa-raga manusia Indonesia untuk mewujudkan negara yang kuat.
Vivek, lebih jauh mengangkat bagaimana peran dokter di masa awal kemerdekaan turut membangun arah kebijakan keshatan negara.
“Soekarno menyatakan bahwa peran dokter tidak hanya memiliki kewajiban untuk menyembuhkan pasien yang sakit, tetapi juga membentuk warga negara yang kuat, sehat, serta bebas dari penyakit (H. 39)”.
Akibat dari perang di masa revolusi, Indonesia memiliki ranasio dokter yang sangat rendah dengan perbandingan 1:60.000 penduduk. Kenapa perguruan tinggi di Indonesia sangat sedikit meluluskan dokter? Dapat dilacak penyebabnya yakni perguruan tinggi yang memiliki jurusan kedokteran ditinggalkan oleh para dosennya yang berkebangsaan Belanda. Kurikulum yang diwariskan oleh Belanda tidak menjawab kebutuhan dokter di Indonesia pasca kemerdekaan.
Dilema Bantuan Dunia Internasional
Studi Vivek adalah studi sejarah (politik) kesehatan di negara pasca kolonial. Ia menggabungkan historiografi Indonesia pasca kolonial dnegan historiografi politik Indonesia pada tahun 1950-an. Sehingga nuansa politis aspek kesehatan sangat kentara. Ketegangan antara penetasi Barat pada intervensi kesehatan nasional Indonesia dan keinginan Indonesia untuk menggunakan pendekatan holistik sesuai ideologi kesehatannya menjadi dinamika yang unik.
Proses kreatif Indonesia dalam mengakomodasi bantuan Internasional untuk memperbaiki taraf hidup masyarakatnya bukannya tanpa kendala. Penyakit seperti malaria, kolera, frambusia, lepra dan tuberkolosis menjadi momok menakutkan bagi masyarkat.
Posisi Indonesia pasca Konferensi Asia-Afrika dilirik dunia sebagai poros “netral” dan mau tidak mau tetap harus aktif meskipun dalam nuansa perang dingin. Hubungan antara kesehatan dan pembangunan bangsa sekali lagi disambungkan dengan gagasan pembangunan Seokarno yang berusaha mempromosikan manfaat ilmu pengetahuan dan kedokteran barat, tetapi tanpa bantuan eksternal sebagai alternatif bagi Indonesia agar mencapai modernitas (H. 270-271).
Meminjam istilah Sartono Kartodirjo, apa yang dilakukan Soekarno pada masa itu sebagai distribusi kekuasaan (di bidang kesehatan) karena visinya untuk menyehatkan jiwa-raga masyarakat. Peran dokter Indonesia sebagai kaum terpelajar tidak lepas dari aspek kultural untuk melihat secara kreatif peluang yang bisa diambil dari bantuan Internasional.
Penggalian Data Keliling Dunia
Upaya yang dilakukan Vivek untuk melakukan pelacakan sumber informasi, arsip, dan data sebagai sumber primer perlu diapresiasi. Ia bisa secara ulet mengakses arsip-arsip lembaga Internasional yang menjadi donor/pemberi bantuan pada Indonesia era Soekarno. Bisa dilacak pada daftar pustakanya, ia mengembara ke koleksi sejarah Liga Bangsa-Bangsa (Genewa, Swiss), WHO, Arsip Nasional Australia, Arsip Narional Republik Indonesia, Pusat Arsip Rockefeller (New York), arsip di Ford Foundation, KITLV, dan sebagainya.
Maka buku ini bisa dikatakan sebagai “buku babon” melihat kajiannya melacak aspek sejarah kesehatan dan kebijakan (kesehatan) publik di era Soekarno. Buku ini bisa menjadi refleksi kita yang sekarang hidup di dunia normal baru, bahwa di balik ilmu pengetahuan yang menjadi pilar kesehatan modern, ada ideologi politik yang mengarahkan angin kebijakannya.
Referensi
Hans Pols, Merawat Bangsa: Sejarah Pergerakan Para Dokter di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2019).
Rosalia Sciortino, Menuju Kesehatan Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999).
Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia, (Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2009).
Vivek Neelakantan, Merawat Jiwa-Raga Bangsa: Ilmu Pengetahuan, Kesehatan Masyarakat dan Pembangunan Indonesia di Era Soekarno, (Jakarta: Kompas, 2019).
Judul buku : Merawat Jiwa-Raga Bangsa: Ilmu Pengetahuan, Kesehatan
Masyarakat dan Pembangunan Indonesia di Era Soekarno
Penulis : Vivek Neelakantan
Persensi : Maulana Malik Ibrahim
Tahun terbit : 2019
Penerbit : Kompas
Kota terbit : Jakarta
Halaman : xvi + 304 hlm
[1]Hans Pols, Merawat Bangsa: Sejarah Pergerakan Para Dokter di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2019).
[2]Rosalia Sciortino, Menuju Kesehatan Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999).



